Rabu, 11 Juni 2008

Anatomi Kayu Belian Sanggau Kalimantan Barat

I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Kayu sebagai produk organisme hidup memiliki sifat-sifat alami yang sangat unik dan masing-masing jenis mempunyai tampilan karakteristik yang berbeda. Sifat-sifat kayu yang unik dan berkarakteristik tersebut saling berhubungan serta mendukung antara satu bagian dengan bagian lainnya sehingga inherent dalam struktur anatomi sel-sel penyusunnya. Wujud dari keunikan dan karakteristik kayu secara nyata divisualisasikan dalam bentuk batang serta bagian penyusun pohon lainnya sehingga membuat kayu menarik untuk ditelaah.

Namun dalam pengunaannya kayu sehari-hari kajian tentang struktur atau karakteristik anatomi secara mikroskopis tidak terlalu diutamakan. Padahal dari sifat dasarnya dapat menjadi tinjauan dalam pengidentifikasian serta pemanfaatan kayu sesuai sifat alaminya. Menurut Wahyudi, Pandit dan Budihartoko (1995) agar penggunaan suatu jenis kayu tepat dan efisien, maka macam dan tujuan penggunaan kayu harus disesuaikan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh kayu tersebut. Dengan mengetahui sifat dasar kayu memberikan manfaat yang maksimal dalam proses pengenalan jenis kayu secara ilmiah serta meningkatkan kualitas penggunaan dalam kerangka pelestarian hutan yang tersisa.

Keberadaan hutan penghasil kayu yang ada di Indonesia, hampir seluruhnya terdiri dari hutan tropika basah yang terkenal akan berbagai jenis kayu. Menurut hasil penelitian, hutan tropika alam Indonesia tersebut dihuni oleh lebih kurang 4.000 jenis kayu dan baru sekitar 400 jenis yang sudah dikenal dalam perdagangan (Pandit dan Prihatini, 2006). Begitu halnya dengan hutan di Kalimantan Barat yang masuk dalam kategori hutan tropika basah, masih terdapat jenis pohon yang belum diketahui identifikasinya secara lengkap dan ilmiah, termasuklah varietas ulin atau yang dikenal dengan nama belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B).

Menurut Heyne (1987), di Kalimantan terdapat empat varietas kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) yang dikenal dengan sebutan belian tando, belian bilin, belian tembaga dan belian kapur yang dimanfaatkan secara berbeda oleh masyarakat. Sedangkan dalam bahasa Dayak Matek Sanggau, Kalimantan Barat kayu ulin disebut taas dengan empat varietas yang berbeda, dikenal dengan nama varietas kunciat, varietas rembedia’, varietas jalo’ dan varietas buru’. Keberagaman varietas ulin yang ada di Kalimantan Barat ini, menunjukan karakteristik yang berbeda dari segi anatominya, hal tersebut dapat diketahui dari kajian yang dilakukan pada tingkat anakan dua varietas belian yakni belian merah dan kuning dari sumber benih Plomas Sanggau (Khotimah dan Wahdinah, 2006).

Dari hal tersebutlah dirasakan perlunya penelitian anatomi kayu ulin secara lengkap berupa pengamatan makroskopis dan mikroskopis sehingga dapat menjadi acuan dalam pengidentifikasian jenis atau nama serta upaya pengoptimalan dalam pemanfaatan ke empat varietas kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) asal hutan alam Sanggau Kalimantan Barat.

B. Masalah Penelitian

Keragaman varietas kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) asal hutan alam Sanggau Kalimantan Barat menunjukan kayanya jenis kayu yang ada di hutan tropika basah. Namun keberagaman tersebut tidak ditunjang dengan data yang ilmiah, karena masih terbatasnya penelitian secara anatomis untuk mengetahui karakteristik jenis kayu yang ada sehingga masyarakat hanya mengenal kayu yang diketahui dalam perdagangan saja.

Bahkan untuk empat varietas belian yang dijumpai di Kalimantan Barat, baru diketahui dua varietas ditingkat anakkan sehingga belum secara lengkap anatominya dari ke empat varietas yang ada. Padahal dari segi pengidentifikasian jenis kayu, hal tersebut mutlak untuk diketahui sebagai acuan dalam pengenalan varietas secara ilmiah. Apalagi jika meninjau keberadaan belian sebagai jenis kayu mewah asal Kalimantan yang mulai terbatas jumlahnya, sehingga diperlukan metode khusus untuk melestarikan keberadaanya. Baik itu dari segi pemuliaan tanaman maupun pemanfaatannya secara efisien dengan merujuk dari kajian anatomisnya.

Untuk itu diperlukannya penelitian secara anatomis guna mengetahui karakteristik empat varietas kayu belian asal Kalimantan Barat dengan mengamati sifat dasarnya secara makroskopis dan mikroskopis sehingga dapat melengkapi data untuk pengenalan jenis dan pemanfaatan kayu ulin secara optimal.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik anatomi dari empat varietas kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) asal hutan alam Sanggau, Kalimantan Barat. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa kemudahan mengidentifikasi varietas kayu belian dan menambah literatur penelitian tentang anatomi kayu daun lebar di daerah hutan tropika basah.

D. Hipotesis

1. Diduga adanya pengaruh varietas terhadap karakteristik anatomi kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) asal hutan alam Sanggau Kalimantan Barat.

2. Diduga adanya pengaruh bagian pohon berdasarkan ketinggian terhadap dimensi serabut kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) asal hutan alam Sanggau Kalimantan Barat.

3. Diduga terdapat interaksi antara varietas dan bagian bohon berdasarkan ketinggian terhadap dimensi serabut kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) asal hutan alam Sanggau Kalimantan Barat.

Data Riset Lapangan dan Literatur “Peti Mati Belian”

Oleh : Ahdika F dan Lika Afriani

1. Nama lokasi : Mabit

2. Letak lokasi : Dusun Ngira Desa Samongan Kecamatan Noyan Kabupaten ...Sanggau Kalimantan Barat

3. Batas wilayah desa :

a. Timur : berbatasan dengan daerah Bonti

b. Selatan : berbatasan dengan daerah Jangkang

c. Barat : berbatasan dengan daerah Sekayam

d. Utara : berbatasan dengan daerah Sekayam

4. Jumlah penduduk Mabit : 33 KK

5. Mata Pencaharian : Petani dan perambah hutan

6. Agama penduduk : Mayoritas Katolik

7. Jarak tempuh (jam) :

a. Pontianak ke ibukota kecamatan selama 10 jam menggunakan bus

b. Noyan ke Mabit selama 12 jam menggunakan jalan kaki

8. Status wilayah : Berstatus hutan ada yang belum memiliki SK Pemerintah

9. Penyebaran, tempat tumbuh dan jenis belian :

Kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) sejak lama sudah diketahui memiliki empat varietas dengan penyebutan yang berbeda, ada yang berdasarkan nama daerah, pemanfaatan, hasil pengamatan atau tampilan fisik seperti warnanya. Menurut Heyne (1987), dari Kalimantan dijumpai bahwa Belian Tando berwarna coklat kemerah-merahan, Belian Bilin dan Belian Tembaga berwarna kuning yang digunakan untuk pondasi dan lantai serta Belian Kapur berwarna coklat yang digunakan untuk sirap. Sedangkan menurut Achmad (2003) sebagaimana dikutip oleh Khotimah dan Wahdinah (2006), di Jambi varietas kayu ulin atau belian dikenal dengan sebutan varietas irap, varietas daging, varietas tanduk dan varietas kapur.

Keberadaan varietas belian ini sudah semakin sulit ditemukan di hutan alam, meski demikian di beberapa daerah adat yang dikelola oleh masyarakat secara individu masih bisa dijumpai, walau dalam kategori sisa. Di beberapa daerah adat, kayu belian dikenal dengan sebutan yang berbeda berdasarkan bahasa daerahnya, seperti di Hutan Adat Mabit Dusun Ngira Desa Samongan Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat empat varietas kayu belian dikenal dengan sebutan taas kunciat, taas rembedia’, taas jalu’ dan taas buru’ .

Menurut Heyne (1987), secara umum kayu belian dikenal dengan nama Bulian, Bulin (Bangka), Nagalin (Sumatera Tengah), Onglen (Palembang), Bulin, Tabelien (Kalimantan Barat), Balian, Kayo Taba (Kalimantan Tenggara), Lampahang, Ulin, Tabalien, Tabulin, Tadien, Taliun, Tawudien, Taluliun dan Talien (Kutai). Sedangkan daerah penyebarannya, menurut Sutisna dkk (1998), meliputi Sumatera Bagian Timur dan Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan dan Kepulauan Sulu serta Pelawan di Filipina. di Kalimantan Barat sendiri, menurut Wahdinah, dkk (2006), di Bukit Benua Sungai Ambawang Kabupaten Pontianak diperoleh dua varietas ulin yang berbeda, yaitu Belian Kuning dan Belian Merah. Sedangkan penelitian Khotimah dan Wahdinah (2006) dari empat varietas kayu ulin baru dua varietas saja (belian merah dan kuning) yang ditemukan di kawasan sumber benih Plomas, Sanggau Kalbar.

Pohon ulin tumbuh subur di hutan hujan tropis primer atau hutan skunder tua pada iklim basah dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.500-4.000 mm. Menyukai tanah yang berdrainase baik di lembah atau lereng bukit atau punggung-punggung bukit rendah dengan kelembaban tanah cukup. Dengan tekstur tanah tanah berpasir, lempung berliat, lempung berpasir pada jenis tanah berkapur. Sebaran tempat tumbuh ulin mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 500-625 dpl. Terpencar atau berkelompok dan sering menjadi kanopi yang dominan (Tim Biokhas, 2000). Sedangkan menurut Kessler dan Sidiyasa (1999) seperti tercantum dalam tulisan Noorhidayah dan Sidiyasa (2006), ulin memiliki habitat berupa hutan primer dan skunder, hingga ketinggian 500 m, tumbuh di tanah berpasir yang berdrainase baik. Jenis ini sering dijumpai sepanjang aliran sungai dan bukit-bukit di dekatnya, kadang-kadang membentuk tegakan murni.

10. Pemanfaatan Belian :

Berdasarkan pemanfaatan jenis belian, menurut Heyne (1987) Belian Tando dan Belian Bilin baik sekali digunakan untuk pondasi dan lantai seperti Belian Tembaga sedangkan Belian Kapur dapat digunakan untuk sirap. Menurut Martawijaya, dkk dalam Atlas Kayu Indonesia (1997), kegunaan kayu belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B) dapat dipakai untuk tiang landasan dalam tanah, balok, papan lantai, mebel dan ukiran untuk hiasan rumah. Selain itu dapat dipergunakan juga untuk sirap, bangunan maritim, tiang, balok, kerangka atau papan pada bangunan rumahan dan jembatan, bantalan, pintu air, balok pelapis jalan, tiang pagar, balok percetakan, patok, karoseri, perkapalan (gading-gading dan dek), kaser penyarad, tiang listrik dan sumpit makanan. Sedangkan menurut Silitonga, dkk (1972) sebagaimana tercantum dalam tulisan Batubara (1992) panjang serabut empat varietas belian masuk dalam kategori kelas 3 sebagai bahan baku pulp dan kertas dengan nilai antara 900 μm sampai 1.600 μm.

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, Syawaluddin Anwary. 1992. Struktur Anatomi, Sifat Fisik dan Kimia Empat Jenis Kayu serta Kemungkinan Sebagai Bahan Plup. Fakultas Pertanian Untan. Pontianak. (skripsi)

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II, Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan RI.

Khotimah, Siti dan Wahdinah. 2006. Kajian Anatomis Empat Varitas Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binend) di Kalimantan Barat. Lap Penelitian Dikti 2006, Pontianak.

Martawijaya A, Iding K, YL Mandang, SA Prawira, Kosasi Kadir. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Noorhidayah dan Kade Sidiyasa. 2006. Konservasi Ulin (Eusideroxylon zwageri T.et.B) dan pemanfaatannya sebagai tumbuhan obat. Jur Info Hutan Vol III (N0.2); Hal123-130.

Tim Biokhas, 2000. Ulin. Bul Biokhas Vol 5 (No.I); Hal. 13-14.